waktu berjalan begitu cepat, membuatku bertanya-tanya masihkah ada hari esok?
..
yah, daripada enggak ada tulisan, aku mau cerita-cerita sedikit tentang... sesuatu.
Uang adalah segalanya, kalimat itu benar bagi beberapa orang karena kita nyaris tak bisa hidup di kota tanpa uang. Karena uang adalah segalanya, maka semua cara untuk mendapatkan uang pun ditempuh. Segalanya. Berdagang, berniaga, magang di toko... okelah. Tapi mencopet, mencuri, merampok, membunuh, memeras..? Dalam kasus ini, pekerjaan kotor yang mau kutulis adalah menjual binatang liar yang dilindungi untuk menjadi hewan peliharaan.
Yup, sehari sebelumnya aku melintas di sebuah jalan, dan kaget ketika melihat beberapa ekor rajawali sedang ditawarkan.
Berani benar! Pikirku. Berjualan hewan yang dilindungi di depan gedung walikota? Ejekan yang cukup bagus untuk ditulis..
Aku tinggal di Bandung. Yup, Paris van Java di masa lalu dan Parit van Java kini. Banjir itu sudah menjadi agenda tahunan.
Hewan-hewan itu dijual dekat Gedung Sate. Di seberang, tapi di jalan lain yang sejajar dengan gedung itu. Tak ada bangunan di antaranya, selain lapangan tempat orang-orang kadang menggelar konser. Beberapa kali aku lewat disana aku melihat memang ada burung dan hewan-hewan lain yang dijual.
Temanku Al bilang dia pernah melihat ada beruang kecil disana. Beruang? Kecil? Kupikir itu anak beruang madu. Karena ketika kutanya apakah warna moncongnya kuning atau seperti itu, dia menjawab ya dan mengiyakan lagi ketika aku bertanya apakah warna bulunya gelap.
Ketika aku bertanya pada para penjual disana, mereka bilang itu bukan beruang, tapi koala. Dari Sumatra, katanya. Mungkin Al harus segera membuat janji dengan dokter mata...
...koala dari Sumatra?
Mungkin ada yang kurang beres, orang-orang ini. Coba kucari tahu dulu di Google..
...
...
Setelah pencarian kilat aku berhipotesis (duileh) kalau yang dia maksud adalah kukang sumatera.
Yah, pokoknya setelah sampai di rumah aku langsung menghidupkan komputer (seperti Dr. siapalah-namanya menghidupkan Frankenstein) dan menulis tentang makhluk-makhluk malang itu..
Disana ada empat rajawali, dan salah satunya hanya berdiri diam di dalam kandang (kandang kucing dibawah kandang kucing) sambil menatap angkasa dengan tatapan tajam, tapi aku merasa bisa melihat keinginannya untuk terbang, dan kerinduannya untuk bebas kembali.
“Pegang aja, udah dijinakkin kok..” kata si Penjual kepadaku.
Jinak? Omong kosong. Mereka hanya terlalu lemah dan terlalu takut untuk melawan. Dan ketika kutanyakan dari mana dia mendapatkan burung-burung itu, dia pura-pura tak mendengarku.
Disana ada pula burung hantu kecil, dengan ‘tanduk’ di kepalanya. Si penjual bilang, itu burung hantu mutiara. Semuanya berjumlah tiga, dan semuanya terlihat merana.
Mereka memang lucu. Bulunya lembut dan mata besarnya memang membuatnya terlihat sangat menggemaskan. Tapi suaranya serak (suara burung hantu memang serak sih, tapi yang ini seraknya aneh) dan terdengar pilu sekali.
Jika aku membayangkan kalau aku adalah seekor burung hantu kecil yang lucu tapi hidup di dalam kandang, padahal naluriku mengatakan tempatku seharusnya adalah hutan yang hijau dan udara yang bersih, aku pasti merana. Nelangsa. Mati.
PS: temanku bilang di dekat sekolahnya ada tempat perdagangan hewan liar. apa saja ada. aku ingin datang untuk melihat berapa parah sih orang-orang ini.
"gantungkan cita-citamu serendah moral bangsamu!"
haduu kasiannya, anak-anak binatang liar malah dijual di kota.. :(
ReplyDeletetapi, aku ko mau beli satu yak =.=" <- ga bisa denger kata 'binatang menggemaskan'
"Boleh neng, 300 lah seekor. Harga nego,"
ReplyDeletehaha :D