Tuesday, October 30, 2012

Nan Holmes

Kejadian ini terjadi ketika saya sedang maniak dengan kisah petualangan si detektif Bohemia yang acuh namun jenius luar biasa: Sherlock Holmes.
Saking terobsesinya, percaya atau tidak, Memoar Sherlock Holmes lalu Petualangan Sherlock Holmes ludes kubaca dalam sekali baca.

Saya kecanduan. Sempat saya agak kecewa karena sang detektif tak sedewa yang saya bayangkan sebelumnya. Tapi saya sungguhan kagum pada kemampuan deduktif si detektif. Mungkinkah saya bisa menarik kesimpulan seperti itu? Well, you'll never know untill you have tried.


Saya mulai mempraktekan kebiasaan untuk mengamati orang dan menarik kesimpulan dari apa yang kulihat. Misalnya seperti di angkot pink ini. Angkot ini akan ngetem setengah sampai satu setengah jam di tempat yang sama, tergantung penuh-tidaknya penumpang. Tempat yang ideal untuk berlatih.

Sherlock Holmes menjelma di sebelahku.
Katanya: Nah, Nan, coba beritahu aku apa yang bisa kausimpulkan dari gadis yang duduk di hadapanmu itu?

Saya berpaling untuk mengamati gadis itu, anak SMA berambut sebahu, berwajah manis yang sedang asyik dengan handphone-nya.

Saya: Dia seorang pemusik yang sudah ahli. Lebih tepatnya, pernah jadi seorang pemusik karena kini sudah lama tak berlatih lagi.
SH: Alasanmu?
Saya: Jari-jarinya. Saya mengenali jari-jari seorang pemusik yang lentur gerakannya, dengan sendi-sendi jari yang menonjol, serta ujung jari yang membulat dan berbentuk khas, kemungkinan karena harus kuat saat memainkan alat musik. Secara pribadi, saya lebih yakin dia seorang pemain piano.
SH: Kenapa?
Saya: kedua ujung jarinya 'bertanda'. Jika ia pemain biola, hanya jari tangan kiri. Itu artinya, kedua ujung jarinya sering mengetuk tuts. Lebih yakin lagi kalau kuingat-ingat bagaimana ia mengetuk-etuk jari tanda tak sabar tadi. Yang bergerak bukan hanya jari pada sendinya, tapi juga sendi pangkal jari... terutama sendi jari manis. Juga ceruk di kulit pas di atas sendi pangkal,yang terlihat hanya ketika jarinya dalam keadaan lurus, terutama di tangan kiri. Itu tandanya, kulitnya sudah kencang dan sendinya lentur dan kuat serta terlatih.  Kau lihat, itu berartinya bahwa ia seorang pianis, karena hanya pemain piano yang jarinya begitu, dan sudah cukup ahli karena jarinya bisa selentur itu. Dan kau lihat betapa cekatan ia mengetikkan SMS? Kekuatannya sama untuk kedua ibu jari. Well, yang terakhir cuma dugaan penguat.
SH: Lalu mengapa kau menyimpulan bahwa ia sudah lama tak berlatih lagi?
Saya: Ia memanjangkan kukunya. Jauh lebih panjang dari sekedar kuku yang panjang, sedangkan pemain piano dituntut memiliki kuku yang pendek atau sedang agar bisa menekan tuts.
SH Ada lagi?
Saya: Dia punya pacar, tapi tak segan berbohong padanya. Well, kalau bukan berbohong, membual sedikit.
SH: Kenapa menurutmu begitu?
Saya: Tadi saya sempat melirik ke layar handphone-nya. Dia menyapa seseorang dengan 'beib'. Dan dari tadi, mukanya berseri lagi merona begitu. Tersenyum-senyum kecil sendiri. Mungkin baru jadian. Namun sekali aku mendapatinya berpikir dengan bola mata mengarah ke kiri atas sebelum membalas pesan. Bukankah itu tandanya ia sedang membuat-buat apa yang ditulisnya?
SH: Apa lagi yang kaudapat?
Saya: Dia mengikuti trend, tapi pas-pasan dengan kemampuannya.
SH:  Begitukah? Apa dasar kesimpulan itu?
Saya: Dia memakai handphone qwerty yang sedang trend, tapi merek murahan. Padahal aku yakin ada handphone yang lebih bagus dengan harga yang sama, tapi bukan qwerty. Dia dulu memakai kacamata. Ada bekasnya di pangkal hidung. Tapi dibela-belakannya memakai lensa kontak berwarnya yang tak cocok dengan matanya. Kemungkinan lensa kontak murahan. Nah, gimana analisis saya, Mr. Holmes?
SH: Salah, salah. Kau cepat menyimpulkan, tapi banyak melewatkan bukti dan kemungkinan lain. Kau juga kurang jeli.

Saya yang sudah yakin dan percaya diri dengan kesimpulan saya, tersengat hatinya. Saya membalas:

"Kalau gitu coba kasih tahu saya, dimana saja saya salah?"

Abang Sherlock menjawab:

"Untuk yang soal pemusik, kesimpulanmu bisa jadi benar bisa jadi salah. Tapi yang satu itu bolehlah. Tapi aku harus bertanya, yakinkah kau bahwa kuku panjangnya bukan kuku palsu? Kuku palsu bisa dilepas kapan saja, misalnya jika ia ingin berlatih."
Tapi untuk soal mengikuti trend dengan kemampuan pas-pasan, kau terlalu cepat mengasosiasikan penampilan gadis itu dengan gadis lain yang kau tahu. Coba, mana bukti kalau ia berganti ke lensa kontak karena keinginannya? Bisa saja kacamatanya rusak atau pecah dan belum sempat diperbaikinya. Karena mendesak, dia mungkin terpaksa membeli lensa kontak. Hal yang sama bisa juga terjadi dengan handphonenya.
Bisa saja rusak dan belum sempat diperbaiki, atau hilang dan belum sempat mencari handphone baru yang cocok. Karena terpaksa dipakainya dulu handphone murahan itu.

Dan untuk analisis 'membohongi pacar', kau kurang jeli meneliti. Perhatikan: dia sedang membaca sebuah pesan, tersenyum sendiri dengan wajah bermimpi. Itu dari pacarnya. Ketika dia sedang membalas pesan itu, datang pesan lain. Pesan itulah yang dibalasnya dengan mengada-ada. Dari siapa pesan itu? Dari pacarnya ya, kau pikir. Tapi ada kemungkinan lain.

Menurutku, justru dia berbohong karena ingin berdua saja dengan pacarnya lewat pesan, sebab balasan itu ditujukan pada temannya atau orang lain berisi alasan bohong mengapa ia tak bisa ber-sms ria. Kenapa?
Memang ada kemungkinan pesan kedua itu dari pacarnya, dan balasan itu untuk pacarnya pula. Tapi aku lebih yakin dengan kesimpulan pertama. Sebab, setelah mengirim balasan yang mengada-ada itu, dia mengetikkan pesan lain dengan wajah seperti tadi. Wajah kasmaran akan pacarnya, dan sikapnya juga santai lagi. Jika saja di pesan kedua si pacar mengirimkan sesuatu yang membuatnya harus berbohong, mengapa ia bisa jadi rileks sebelum pasti apakah kebohongannya itu diterima atau tidak?

Begitulah, Nan kecil, di dunia ini banyak sekali kemungkinan yang bisa terjadi. Apa yang kita analisis tadi tak lebih dari kesimpulan-kesimpulan yang berusaha mendekati kebenaran, namun tetap merupakan kesimpulan. Dan kesimpulan itu akan menjadi fakta, akan menjadi kebenaran jika memang ada bukti yang tak terbantahkan.
Teruslah berusaha..."

Saya manggut-manggut mendengar penjelasan Abang Sherlock. Lalu bertanya lagi, kali ini dengan rendah hati:

"Anda sudah membuktikan bahwa saya masih kurang teliti. Masih adakah kesimpulan lain yang saya lewatkan?"

Si Abang berkata:

"Tahukah kau di mana dia akan turun? Atau sadarkah kau bahwa gadis itu.. kalau bukan sedang ingin benar-benar meluangkan waktu dengan pacarnya, pasti ia jenis orang yang selalu mengerjakan apa yang bisa dikerjakannya secepat mungkin?"

Aku menggeleng. "Tidak sama sekali. Dari mana Anda tahu?"

Abang Sherlock bersandar santai, lalu menjelaskan:

"Gadis itu tadi membeli sebotol minuman di warung seberang sana. Dari sana dia sudah saling berbalas pesan, aku memperhatikannya. Ketika menerima kembalian, kembaliannya banyak pula, dia langsung menyisihkan uang untuk ongkos, walau tangannya repot memegang HP dan headset, dan memasukkannya ke saku baju yang sudah penuh, sedangkan sisanya ke tas karena takut hilang. Dengan menyisihkan uang dia bisa langsung membayar ongkos angkot ini.
Dan dari uang yang disisihkannya, aku bisa tahu bahwa tujuannya adalah komplek guru sampai daerah Cigadung."

"Ada lagi?"

"Well," Abang Sherlock tersenyum tipis, "kau belum memperhatikan sepatunya."

Lamunanku berhenti ketika angkot menyentak maju. Duhai, sejak kapan sudah ada begini banyak orang yang naik? Dan si gadis SMA sedang menatapku aneh. Apa aku tadi bengong sambil terus melihat ke arahnya? Atau aku berbicara dan bergumam sendiri? Aku tak tahulah. Tak mau tahu tepatnya.

Tapi menilik pembicaraan (imajiner) kami, ternyata saya belum pantas untuk menuluki diri 'Nan Holmes' ya?

2 comments:

  1. Awesome. Funny, Interesting, Addictive. Keep writing nan!

    ReplyDelete
  2. Nah, nah. Thanks; that's very kind of you ;)

    ReplyDelete