Thursday, August 15, 2013

Album Mudik 2013

ETAPE I :: Bandung-Serang

Bandung – 2 Agustus 2013

The journey starts here.


Aku belum packing sampai saat-saat terakhir. Menakjubkan, sebab biarpun serampangan aku telah mengembangkan kemampuan mengepak yang ngebut dan efisien. Kebutuhan 2 minggu tak ada yang terlupakan; dari pakaian sampai MP3. Semua masuk ke dalam satu tas ransel dan satu tas kecil. Dahsyat.

Hari sudah gelap ketika kami berangkat. Hujan tercurah, ikut nebeng dengan menyusup lewat celah pintu yang memang bolong. Dasar Daihatsu Hiline ini. Aku bersikap seakan ini latihan survival – mengenakan tudung, memeluk lutut. Sebuah bivak darurat.

Tak apa, yang penting semangat dan optimisme tetap secerah mentari yang menyinari (bukannya lu barusan bilang hari udah gelap, Nan?)

Serang, Banten – 3 Agustus 2013

Perhentian pertama – kota yang melambangkan semangat para pejuang maupun para kepala bandit. Lihat saja namanya yang merupakan kata aba-aba untuk bertarung...

...eh, apa?...

... oh, salah ya...

Rupanya, ‘Serang’ disebutkan dengan ‘e’ yang ada dalam ‘tempe’, alias ‘é’. Bukan ‘serang!’ yang mungkin diteriakkan Pangeran Diponegoro saat menyerang benteng penjajah untuk merebut meriam.

Kami tidak datang ke sini tanpa alasan. Bukan karena lebaran, tentu, sebab masih ada sekitar seminggu lagi. Tidak, kami datang menjemput mobil pinjaman,  yang memungkinkan kami menikmati AC air conditioner dan bukannya AC angin cendela (maksa).

 Alasan lain adalah untuk mengambil bekal rendang buatan Nenek yang tak terkatakan enaknya.

ETAPE II :: Serang-Solo

Cirebon – 6 Agustus 2013

04.25 pagi.
Satu frasa untuk rest area  ini: pasar malam.

Pasar malam dengan semua kendaraan yang ada menjadi mobil, semua toko dan kios menjadi tukang pijat, dan semua penjual jadi anak-anak pengemis. Pengunjung tetap jadi pengunjung.
Kami berhenti untuk sahur - atau early breakfast, secara hanya aku yang tetap puasa dalam perjalanan ini. Kami meninggalkan Serang setelah berbuka kemarin; sudah semalaman kami lewatkan di jalan.

Pemudik menarik para pencari nafkah seperti James Bond menarik hati para wanita (?). Para tukang pijat yang menggelar tikar-tikar di lapangan parkir dan pengemis luar biasa banyaknya. Kami tak bisa makan selama dua menit saja tanpa diganggu.


Selain mereka, ada pula ibu-ibu pengumpul sendal di masjid. Entah apa namanya profesi itu.

Ketika azan Subuh berkumandang dan sejumlah besar orang bersiap mendirikan shalat, makin sengit persaingan para ibu dalam mengumpulkan alas kaki yang ditinggalkan di luar masjid. Saking sengitnya sampai menarik-narik yang masih menempel di kaki yang empunya. Mungkin mereka mengharap imbalan karena 'menjagakan'nya.

Aku keras kepala. Pertama aku tak bawa uang sepeserpun. Kedua aku agak terganggu dengan niat 'menjaga' yang terkesan memaksa itu. Konsekuensinya, mukenaku terpaksa jadi homeless karena kantungnya kugunakan untuk membawa sendal gunungku masuk.

Pekalongan – 6 Agustus 2013

Jalan lancar-lancar selama ini. Tadi aku bertaruh dengan adikku (tanpa taruhan tentu saja). Dia bilang kami akan sampai di Semarang sebelum jam 12 siang. Aku bilang, itu mustahil.

Kendal – 6 Agustus 2013

Aku masih shock. Mengetahui sekian pulung pengendara meninggal saat mudik berbeda dengan melihatnya sendiri, meskipun 'hanya' dua orang. Lengkapnya kutulis di sini.

Agaknya berkendara dengan sepeda motor sam seperti meniti tali. Bergantung sepenuhnya pada konsentrasi dan keseimbangan. Meleng barang sedikit, nyawa bisa melayang.

Aku tak sempat mengambil foto, tapi aku dapat satu dari berita yang memuat kecelakaan itu.

Image from suaramerdeka.com/Rosyid Ridho

Alas Roban – 6 Agustus 2013

Jadi mereka bilang ini hutan? Ya, aku bisa melihat kumpulan pohon jati, tapi menurutku ini bukan lagi hutan. Tempat dimana kita masih bisa melihat langit dengan jelas meskipun dikelilingi pepohonan bukanlah hutan.

Ibu bilang, 7 tahun lalu tempat ini masih sejuk dan lebat. Sulit membayangkannya.


Bapak bilang, jaman dulu tempat ini adalah hutan lebat dengan jalan kecil, dimana jika kita ingin melewatinya kita harus bersama rombongan besar atau disertai seseorang yang sakti. Kalau tidak? Dirampok.

Tak terbayangkan.

Kami melewatinya siang-siang, jadi tak bisa membuktikan desas-desus itu. Bahwa malam hari akan ada pak tua memegang lampu minyak di sebuah tikungan tajam.


Karanganyar, Solo – 6-12 Agustus 2013

 We're here, safe and sound. Secara aku akan mulai tinggal dengan keluarga Jawa-ku, maka aku harus beradaptasi.

Aku kadang menyebut diriku sendiri dengan "gua". Malu kalau keceplosan di depan simbah kakung atau simbah putri; di depan mereka, semua bilang "saya".

Menjawab dengan "dalem" ketika dipanggil dan bukan "apa?" atau "yaa?"

Saying "inggih" instead of "ya", and "mboten" instead of "nggak".

Sewaktu wedangan - nongkrong malam hari sambil ditemani minuman hangat di warung atau kios - aku pernah keceplosan bilang "punten" ("permisi" dalam bahasa Sunda - red.).
Aku langsung tahu yang aku ganggu itu orang Jawa asli, sebab mukanya kebingungan... muka yang sama akan ditunjukkannya seandainya aku bilang permisi dalam Banana Language (bahasanya Minion - red.)

***

Lebaran tiba! Aku bingung dengan orang-orang; shalat bersama tapi enggan merapatkan barisan. Tidak seperti di Masjid Salman ITB, tak ada yang mengatur-ngatur agar rapat shaf-nya.
Di Karanganyar, salah satu lokasi shalat Idul Fitri adalah halaman Gedung Wanita, yang sayangnya tidak dilengkapi dengan Gedung Pria.

Salah satu daya tarik lebaran adalah duit. Terutama untuk anak-anak kecil. Malu untuk mengakuinya, tapi aku juga masih excited dapat uang lebaran. Selama aku belum berhasil mencari nafkah sendiri, uang pemberian itu adalah satu-satunya pemasukan uang saku selama setahun.

Berapa pemasukan lebaran yang kauterima tahun ini?

***

Hampir semua sepupuku ada disini. Malam hari, lima sepupu tertua (dan itu termasuk aku) berkumpul dan bermusik. Tiga diantaranya
bergantian gonjrang-gonjreng dengan gitar. Sementara aku (yang mustahil bisa membawa piano) dan si Satu Lagi menyanyi, ditambah dengan permainan perkusi meggunakan kaleng KhongGuan.

Gunung Lawu – 10 Agustus 2013

Seperti tahun lalu dan tahun lalunya lagi, kami sekeluarga mendaki gunung setinggi 3265 mdpl ini. Nah yang seperti ini, perlu post sendiri.

Naik gunung tentu menyenangkan, tapi naik gunung sekaligus piknik keluarga benar-benar mengasyikkan.


 ETAPE III :: Solo-Serang-Bandung

Tegal – 12 Agustus 2013

Kami pergi dari Karanganyar pagi-pagi dan malamnya... baru sampai sini?
Tapi Tegal adalah kota yang indah, setidaknya untuk hari ini.  Gunung Slamet masih terlihat di kejauhan. Puncaknya bagai melayang di udara kosong; mistis sekaligus anggun.

Ketika matahari mulai tenggelam...


... aku dapat sesuatu yang lebih dari sekedar langit senja. Muncul tepat setelah matahari terbenam.


Bingung? Coba perhatikan formasi awan yang berbentuk nyaris tabung di tiga foto berikut.

Aku percaya ini formasi Morning Glory. Look it up.

Awan morning glory adalah sebuah fenomena alam yang sangat langka. Ia pernah terlihat di banyak lokasi berbeda di seluruh dunia (mungkin ini pertama kalinya terdokumentasikan di Tegal), namun di bagian utara teluk Carpentaria di Australia, awan jenis ini dapat diprediksi dan diobservasi.

Awan ini mirip dengan sesuatu yang muncul di Pantai Parangtritis, pas pada saat diadakan upacara (pada tanggal 22/07/2010) sehingga dikira naga tunggangan Nyi Roro Kidul. Kasus ini dibahas pada sebuah post di blog enigma.

Apabila 'naga' yang muncul di Parangtritis adalah sama dengan apa yang kulihat di Tegal ini, maka pemecahan Mr. Enigma tidak salah.

Tabung raksasa dengan kontras menarik yang muncul di langit ini memang awan. Aku memperhatikannya sampai ia terurai lagi.



 ***

Kami berhenti untuk makan bersama secara keluargaku dan the Depoks searah. Lihatlah bagaimana komunikasi Ibu dan kakaknya.

"Kita berhenti makan dulu di Patrick Mall," kata Ibu, ketika kami memasuki kota Tegal.
"Nama mall yang aneh."
Tukang parkir yang kami tanyaipun berpendapat sama.
"Wah, kalau ada Patrick Mall, berarti ada SpongeBob Mall dong..." katanya. "Kalau Patrick Mall saya nggak tahu. Mungkin  maksudnya Pacific Mall disana..."

*Ibu membaca ulang SMS

Tukang parkir masih nyengir ketika melambai melepas kami.

Tapi tanpa diduga, di tempat yang sekaki langit jauhnya dari rumah, I found something that I desire for such a long time.. *lebay gagal

Indramayu – 13 Agustus 2013

Sudah 12 jam berlalu sejak meninggalkan Tegal... and we only got this far?

Arus balik. Kami terjebak di dalamnya.

Serang – 14 Agustus 2013

Siang. Sebenarnya kami tak ingin kembali lagi kemari - kasihan bapak. Sang supir.
Tapi barang pinjaman harus selalu dikembalikan, bukankah begitu? Apalagi kalau barangnya mobil.

Bandung – 14 Agustus 2013

Tadaimaa! 

Ups. Sesuatu menjatuhkan TV Grundig kecil yang bertengger di atas kursi. Apakah ada gempa?

No comments:

Post a Comment