Dan ketika aku mempertanyakan kewarasanku dan bertanya-tanya apakah ketika mempertanyakan kewarasanku itu aku dalam keadaan waras atau tidak waras sehingga perlu bertanya soal kewarasanku (YO DAWG), aku juga memikirkan beberapa komentar seperti "kamu aneh, ih" "kamu ngomong sama siapa?" "kamu ngomong sendiri?" dari teman-teman, bahkan orang tuaku.
Sepertinya benar. Karena bicara sendirian adalah first sign of madness (Will, Happy Feet Two).
Dan percayalah, aku cuma gila kalau benar-benar sedang sendirian.
Siapa lagi coba yang mau-maunya ngomong "makasih ya, udah nemenin aku. aku sayang kalian. Sini biar kubersihin." ke sepatu?!
No
Aku nggak ngerti. Beberapa orang begitu lack of imagination, sehingga ketakutan waktu aku setengah berbicara pada diri sendiri di sekolah. Padahal cuma setengah doang, dan masih banyak orang di sekitarku. Kalau saja dia lihat aku hari ini: sendirian di rumah dan ngobrol sama sepatu. Kirim aku ke RSJ sekalian.
Oke, memang
EHEM... *bersihin tenggorokan*
PERTAMA, mengenai hal berbicara kepada diri sendiri.
Pihak hakim perlu mempertimbangkan pernyataan terdakwa which pointed out that dunianya terlalu hidup baginya, tak seperti orang lain.
Selain itu, ia sering berbicara sendiri dalam bahasa lain (e.g. Inggris, Jerman, Jepang, Sunda, tapi bukan bahasa alien) dalam kalimat-kalimat atau frasa sederhana, dan, yang seperti diakuinya, merupakan usahanya agar terbiasa menggunakan bahasa asing.
Ini merupakan suatu tahap pembelajaran.
KEDUA, mengenai lagu-lagu yang mengacaukan pikirannya.
Terdakwa memang seorang penggemar berat musik. Ia dengan mudahnya memutar kembali musik-musik yang didengarnya, sehingga ia dapat merencanakan suatu aransemen baru yang diinginkannya.
Perlu dicatat bahwa terdakwa adalah seorang pemain piano yang sudah cukup lama berkecimpung dalam musik, walaupun belum profesional. Ia secara tak sadar menyambungkan kata-kata dengan lirik lagu karena ia sering memikirkannya demi mendapat nada dan chord yang pas.
....
Terima kasih, hatiku a.k.a pihak pembela.
Aku memang pernah agak sedikit down saat beberapa kali dibilang aneh. And I'm at least 1 year younger than them. I tried to explain my reasons, but they just don't get it. Most of them don't. And I confused myself, eventually.
But when I write those things out, well... It straighten everything. It makes me feel normal. Maybe, I'm more than just a normal. Perhaps I'm kinda special =P
....
CASE REOPENED!
Simak bukti terbaru: rekaman percakapan top secret yang didapat agen nyamuk, agen semut, dan agen lalat dengan alat penyadap berbentuk keong keinjek:
(aku) "Aduh! Kok aku malah bersihin sepatu kiri duluan sih? Ya udah, si Kanan sabar dulu ya, yang ini juga udah mau selesai kok."
"...."
"Ya ampun, Nan (maksudnya si Kanan, bukan aku). Sol kamu kenapa nih? Gara-gara GeoTrek (trekking) kemarin ya? Maaf deh."
"...."
"Tumben banget mataharinya terik begini. Untung kalian udah bersih, tinggal jemur deh. Have fun!"
Btw sebagai fakta kondisi, semua pasang sepatu yang ada disitu belepotan bakteria, mikroorganisme, chlorophyta, chrysophyta, euglenophyta, dan lumpur dan apapun yang bisa kita panen dari sawah. Seminggu yang lalu, kuulangi lagi dengan huruf kapital karena ini merupakan pengabaian yang memalukan, SEMINGGU yang lalu kami pergi trekking untuk melihat sisa-sisa Gunung Sunda Purba.
Ketika semua sudah kinclong seperti baru, aku baru sadar... si sepatu terkutuk itu... bukan punyaku!!
Mereka cuma bungkam supaya dibersihin. Dan aku sungguh tertepu karena jatuh pada kondisi mengibakan si sepatu!
Skandal terhebat di abad ini!!
Dan akhirnya, aku mencuci sepasang sepatu lagi (kali ini benar-benar punyaku) sambil sibuk minta maaf karena sempat berpaling. Juga sambil membujuk-bujuk karena air cucian yang ada tinggal bekas si sepatu biadab tadi.. udah keruh bekas tanah.
Well, just send me to a mental hospital.
--------------
Ok, I admit it, I'm a little freak.
Maybe everybody should know that so they won't bother me anymore.
Aku tahu tak semua orang akan 'ribut' hanya karena melihat jenis Pteridophyta (baca: tumbuhan paku) yang belum pernah dilihat sebelumnya saat perjalanan dari sekolah ke masjid. Yah, walau menurutku seseorang yang peduli sedikit saja dengan lingkungannya pasti tertarik.
Atau, tak semua orang peduli dengan mengecek debit air selokan dekat sekolah lewat bunyinya tiap pagi (suaranya hampir selalu sama, sih, kecuali setelah hujan pagi hari). Atau hal-hal nyentrik lainnya. Hal-hal nyentrik dan sederhana, tetapi dapat membuat hidup ini berwarna.
Aku tahu rentang toleransiku untuk dapat berteman banyak terlalu sempit... lebih sempit dari kebanyakan orang. Tapi aku memang tak bisa berteman banyak-banyak, sih. Terlalu banyak back-stabbing; or whatever lah.
Adakalanya aku tak bisa juga 'nyambung' dengan seseorang meskipun sudah berbulan-bulan lamanya berbagi kelas, tapi ada juga orang yang bisa kuajak ngobrol, diskusi, debat, apapun itu, langsung waktu pertama kalinya bertemu meskipun namanya saja belum tahu. Manusia itu aneh memang.
I'm
No comments:
Post a Comment