Wednesday, January 30, 2013

R.I.P.s


Talking about the deads.


Aku cuma pingin ngucapin "farewell, sweet prince" sebagai perpisahan, kayak adegan Kurt nguburin Pavarotti si Kenari yang kena stroke itu.
Bedanya, yang aku lepas pergi itu marmut peliharaanku. Yang life span-nya menyusut terus begitu masuk ke rumahku.

Aku mungkin bakat memelihara hamster. Atau kali hamsternya saja yang terlalu mudah dipelihara. Soalnya, seandainya aku mau bertahan selama 6 bulan aja, satu tembok kamar ga bakal cukup buat gambar pohon keluarga tuh hamster.
But I haven't got enough luck on guinea pigs. (OK, marmut beda dengan guinea pigs, tapi please deh biarkan dulu)

Kalau diperkenankan bertanya, oh god why? Semua yang kupakai adalah uang tabunganku sendiri. Bukan hanya untuk beli marmut-marmut itu. Makanan. Serbuk pelapis kandang. Bahkan juga kandangnya.
Dan kandangnya juga bukan beli jadi. There I was; a 10 year old girl. keliling kampung belakang dengan sepeda untuk membeli kawat ayam. Beli paku ke toko tambal ban sepeda. Minta ditemani cari kayu bekas dengan bujuk rayu musang dan imbalan permen Yupi.

Setelah materialnya dapat, giliran menggergaji, memaku, memalu, mengtang, mengobeng, menyendong, menyeng (apaan sih). Butuh satu mingguan untuk benar-benar menyelesaikannya. Kelihatannya memang mudah. Tapi gara-gara terlalu sering mengganti desainnya, kayunya jadi rusak dan aku harus mencari yang baru. Paku habis. Kawatnya kurang.

Singkatnya, kandang akhirnya jadi. Stock serbuk dan makanan siap. Marmut yang lucu kayak di G-Force sudah dibeli. Semuanya sempurna. I'm full of glee. Dan Armageddon itu tiba. (kenapa jadi list film coba?)

Not a long time after that they were DEAD.

Setelah semua pengorbanan itu. Setelah bertanya-tanya di Yahoo Answers. Setelah semua pengumpulan data dari perpustakaan dan internet. Setelah perjalanan2 hanya untuk membeli keperluan mereka. Setelah bersusah payah membersihkan area kandang yang selalu berantakan gara-gara kesalahan perancang.

Mereka mati di boks makanan. Boks bekas es krim Campina. Aku memasukkan mereka, beserta boks itu, ke dalam keresek hitam. Kuikat simpul mati. Lalu kulemparkan ke selokan besar di belakang rumah.

No, I wasn't upset nor angry. Aku hanya terlalu pedih, dan tak tahan merasakannya lebih lama lagi jika harus menggali kubur dan lain-lainnya itu. Toh, mereka sudah mati. Tapi bagaimana kalau mereka sebenarnya masih hidup, dan aku sudah menenggelamkan mereka hidup-hidup? (Conspiracy Keanu mode: ON). Ah, nope. They were dead for sure.

Tapi kini aku berharap bisa melakukan sesuatu yang lebih pantas dari itu. Apapun lah, selain membiarkannya hanyut di selokan.

Dan karena itu, farewell, sweet princes.

Aku tahu jenazah mereka sudah lama hancur. Mungkin akhirnya tenggelam ke dasar selokan atau terangkut pengambil sampah dan tertimbun di darat atau hanyut terbawa banjir (barangkali sampai ke Jakarta). Tapi aku sadar tak seharusnya aku sekurangajar itu. Sekecewa apapun aku, kedua marmut itu sudah membawa begitu banyak kegembiraan dalam hari-hariku... walaupun terlalu singkat rasanya.

No comments:

Post a Comment