Tugas besar
praktikum Palentologi
Akhir semster sudah
dekat. Jika menilik ke belakang, intentsitas tugas (dan malam-malam
nugas yang mengikutinya) dapat digambarkan sebagai grafik fungsi
kosinus; tinggi di awal menurun di akhir, dan meninggi lagi. Tinggi
di awal itu gara-gara ospek jurusan, dimana agitasi, pushup dan tahan
setengah posisi dibawa-bawa ke laboratorium saat praktikum. Menurun
karena setelah pelantikan, segalanya “sans lah, udah masuk himpunan
juga.” Meninggi lagi di akhir ketika tugas besar yang ganjil-ganjil
berdatangan. Yang paling menarik adalah tugas besar untuk praktikum.
Ada 4 mata kuliah
semester 3 Teknik Geologi yang mewajibkan untuk ikut praktikum:
Sedimentologi, Kristalografi dan Mineralogi, Paleontologi, dan
Geologi Fisik, masing-masing sekali setiap minggu. Masing-masing pun
harusnya ada ekskursi lapangan, dan ada tugas besar di akhir
semester.
Untuk tugas besar
praktikum Paleontologi, praktikan diberi waktu 3 menit untuk melihat
dan mendeskripsi suatu fosil, lalu disuruh mencari spesiesnya
tanpa petunjuk lain dalam bentuk apapun. Selama 10 minggu ke
belakang, kami telah belajar cara mengenali, mendeskripsi, dan
mengklasifikasi fosil dari 6 filum dan Vertebrata, tapi selalu sampai
tingkat kelas atau ordo (dan famili untuk vertebrata). Tidak pernah
sampai spesies. Kau tak tahu betapa susahnya sampai mencobanya
sendiri.
Inilah
fosil yang kudapat. Selama tiga menit yang menentukan itu aku bahkan
tidak tahu ini makhluk purba jenis apa, sehingga seluruh format
deskripsi yang kuingat menjadi tak berguna. Tegang. Selama aku dengan
panik mengambil foto fosil, mengharapkan pencerahan datang di
kemudian hari, para asprak tertawa-tawa melihat kami ripuh dengan
fosil masing-masing. Seseorang terus meneriakkan hitungan mundur,
sedangkan yang lain memutar lagu Mission Impossible keras-keras
“supaya kerasa feel-nya.” Sepertinya
menyenangkan menjadi asprak. Bisa memainkan praktikan sesuka hati.
Ke-chaos-an
dimulai. Beberapa orang yang beruntung bisa langsung mengenali
fosilnya, sedikit googling, dan bingo!
Dapatlah
ia. Beberapa bingung setengah mati karena fosilnya lebih mirip
koprolit (re: fosil kotoran, mostly known as shit fossil).
Inilah
saatnya kita mencari jawaban, dan Al-Quran, sebagai petunjuk bagi
umat manusia, memiliki ayat yang merupakan jawaban atas segala hal.
Ayat itu bisa menjawab tentang cara membangun pembangkit listrik
bertenaga nuklir, letak reservoir minyak atau shale
gas oil
di bawah tanah, dan tak pelak akan dapat menjawab “spesies apakah
ini?”
Ayat
tersebut, antara lain, An Nahl ayat 43; "
"... maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui,"
Accordingly, aku dan beberapa anak membuat
janji untuk mengunjungi storage
room
Museum Geologi dan menemui paleontologist di sana. Harapannya, kita
bisa menemukan fosil yang mirip sehingga ada gambaran tentang
spesiesnya, atau dapat konsultasi dengan yang ahli. Keduanya telah
kulakukan hari Selasa lalu, and it was a worth telling experience.
Selama
ini aku menyukai Museum Geologi dan koleksinya, apalagi setelah
renovasi yang membuatnya keren gila. Aku pun dulu pernah mengunjungi
storage room
lantai
dasar, bertahun-tahujn lalu, dan yang kuingat adalah jajara lemari
kayu dengan kaaca yang berdebu dan suram. Saking berdebu dan suramnya
aku hampir membawa masker dan senter So
imagine my astonishment when I and some other classmates were led to
here instead :
Storage room. Ruang eskavasi dan restorasi (?) |
Lebih mirip hotel, dengan lorong dan ruang-ruang, dingin ber-AC, semuanya cerah dengan penerangan yang baik. Hotel yang penuh pajangan dalam lemari kaca berkilap sepanjang dindingnya. Ada satu dinding penuh dengan fosil ikan yang bagus, lengkap sampai ke dri-duri dan siripnya. Ada gading superpanjang yang sedang direstorasi, dan beberapa tulang besar di atas meja putih. Aku kagum. Saking kagumnya, aku hampir tergoda untuk putar haluan dari geothermal/energi ke paleontologi, seandainya aku bisa kerja di tempat seperti ini. Aku terharu. Rasanya beginilah kalau ilmu ditanggapi dengan serius, dan uang negara tidak hanya dibawa kongkalingkong ke luar negeri atau masuk saku sendiri.
Kelompok
dibagi menjadi kelompok vertebrata dan invertebrata. Hanya beberapa
yang mendapat fosil vertebrata, dan mereka diculik ke salah satu
ruang di lorong. Enaknya, bisa jalan-jalan. Fosilku adalah ammonite,
hal tersebut kuketahui setelah membandingkannya dengan beberapa fosil
di ruang display
di atas. Spesiesnya apa, itu masih menjadi misteri sampai aku menulis
post ini. Padahal makalah dan persentasi
sudah
harus siap
tiga
hari lagi.
Konsultasi |
Kelompok
invertebrata juga diajak ke ruang dokumentasi (?) di lantai dasar.
Kalau ruang basement tadi mirip hotel, ruang yang ini mirip
Gringotts, bank di dalam dunia Harry Potter itu. Ruang ini juga
mengagumkan, dengan barisan rak penyimpanan membentuk lorong-lorong
meninggi di dua lantai. Kami didampingi seorang paleontologist dan
beberapa teteh yang aku takk yakin apa tugas mereka di sana. Mungkin
sedang penelitian.
Gringotts |
Awalnya
kami satu per satu konsultasi dengan sang paleontologist. Karena
jumlah kami terlalu banyak, demikian pula pertanyaan kami, kami
akhirnya diizinkan untuk menjelajah dan mencari-cari di antara
rak-rak itu. Tujuannya
: mencari spesies yang paling mirip dengan yang ditugaskan.
Ada yang menarik dan meletakkan rak-rak di lantai untuk diinspeksi
isinya secara teliti, ada yang asal tarik karena penasaran isinya.
Ternyata
fosil yang on
display
hanya secuil saja dari seluruh koleksi yang ada. Sekitar … 5
persen?
Aku
harus benar-benar menahan keinginan untuk mencomot satu turritella
dan membawanya pulang.
UPDATE : Jumat, 2 Desember 2016
Sore itu langit menangis. Aku berjalan menuju Laboratorium Paleontologi di lantai teratas gedung prodi Teknik Geologi. Suram. Tempat ini remang-remang dan bunyi tetes hujan terdengar nyaring, seperti langkah kaki arwah gentayangan. Bisa jadi memang demikian, arwah-arwah penasaran fosil yang tersimpan menjelma ingin tahu apakah kami bisa mengidentifikasi mereka dengan benar atau tidak.
Aku melangkah masuk, siap dengan paper (yang baru dibuat H-1 dan diprint J-1), presentasi (yang baru dibuat J-9), dan penampilan seakan mau dilamar. Entah mengapa shift-shift praktikum sebelumnya berkostum sedemikian rupa dengan jas, dasi, dan gaun; sangat formal. Sungguh cerah dibandingkan lab yang redup-redup gimana gitu.
Aku, setelah mendeskripsi dan seterusnya, meneliti dan seterusnya, menimbang dan seterusnya, memperhitungkan dan seterusnya, dengan ini menyatakan kesimpulan bahwa :
Sungguh analisis yang terdengar hebat, apalagi untuk ukuran paper yang dikerjakan semalam suntuk tanpa tidur. Biasanya sih, sudah teler dan analisisnya melantur. Berhari-hari sebelumnya habis mencari dan membaca literatur.
Maka, yang tersisa adalah presentasi akhir. Aku tampil pertama karena aku bersikeras demikian. Sedikit keteteran karena tidak awas mengenai waktu, tapi aku berhasil melalui sesi tanya-jawab dari asisten praktikum dan koordinator asisten dengan selamat. Setelah yang lain presentasi, foto, shift ini bubar untuk terakhir kalinya.
Ketika aku berjalan keluar dari Lab ba'da maghrib, pikiranku sudah tidak lagi dihantui tentang kehidupan di masa lalu.
UPDATE : Jumat, 2 Desember 2016
Sore itu langit menangis. Aku berjalan menuju Laboratorium Paleontologi di lantai teratas gedung prodi Teknik Geologi. Suram. Tempat ini remang-remang dan bunyi tetes hujan terdengar nyaring, seperti langkah kaki arwah gentayangan. Bisa jadi memang demikian, arwah-arwah penasaran fosil yang tersimpan menjelma ingin tahu apakah kami bisa mengidentifikasi mereka dengan benar atau tidak.
Aku melangkah masuk, siap dengan paper (yang baru dibuat H-1 dan diprint J-1), presentasi (yang baru dibuat J-9), dan penampilan seakan mau dilamar. Entah mengapa shift-shift praktikum sebelumnya berkostum sedemikian rupa dengan jas, dasi, dan gaun; sangat formal. Sungguh cerah dibandingkan lab yang redup-redup gimana gitu.
Aku, setelah mendeskripsi dan seterusnya, meneliti dan seterusnya, menimbang dan seterusnya, memperhitungkan dan seterusnya, dengan ini menyatakan kesimpulan bahwa :
Fosil dengan Kode UAS 23 merupakan ammonite dan merupakan anggota genus Juvavites (Anatomites). Genus ini merupakan anggota Ordo Ceratitida yang hidup pada kurun waktu Trias. Fosil ciri cangkang melingkar planspiral, involute, berbentuk sphaerocone, memiliki ornamen berupa bifurcating rib, Fosil memiliki kemiripan dengan fosil pembanding Juvavites goniatitiformes dan terdapat perbedaan ukuran cangkang. Penulis asumsikan bhwa spesimen tersebut sama dan merupakan antidiomorph.
Sungguh analisis yang terdengar hebat, apalagi untuk ukuran paper yang dikerjakan semalam suntuk tanpa tidur. Biasanya sih, sudah teler dan analisisnya melantur. Berhari-hari sebelumnya habis mencari dan membaca literatur.
Maka, yang tersisa adalah presentasi akhir. Aku tampil pertama karena aku bersikeras demikian. Sedikit keteteran karena tidak awas mengenai waktu, tapi aku berhasil melalui sesi tanya-jawab dari asisten praktikum dan koordinator asisten dengan selamat. Setelah yang lain presentasi, foto, shift ini bubar untuk terakhir kalinya.
Ketika aku berjalan keluar dari Lab ba'da maghrib, pikiranku sudah tidak lagi dihantui tentang kehidupan di masa lalu.
No comments:
Post a Comment