Saturday, December 31, 2011
Piano + Konser + Konser = GUE!
Aku tak sempat menulis tentang 2 konser terakhir; satu antar murid dan satu lagi di CCF... hari bermusik!
Konser pertama, yang lebih tepat disebut perang melawan kegugupan, terlaksana tanggal 11 lalu... dan aku membawakan 2 amunisi yang dipercayakan guruku, Bu Jenny, padaku: Waltz in C# Minor (Valse op. 64 no 2) oleh... siapa lagi kalau bukan Chopin? Dan Prelude no. 1 dari Gershwin, yang
Monday, December 19, 2011
AADC - Ada Apa Dengan CERPENISTA?
Cerpenista adalah web yang kubuka pertama kali jika begitu laman Firefox memenuhi layar. Sampai Oktober lalu, aku sudah lebih dari 2 tahun nongkrong di sana, selalu aktif kecuali saat tersepi, berkomunikasi dan berteman dengan cerpenis 'dadakan' lainnya.
Sampai Oktober? Mungkin kau berpikir. Apa sekarang aku sudah bosan sampai tak pernah membukanya selama dua bulan?
Tunggu... Inilah yang ingin kutanyakan. Ada apa dengan cerpenista?
Thursday, November 3, 2011
[KAIL] Arpillera : Karya Istimewa dari Perca
Minggu, 27 Oktober 2011... Awan mendung memberati langit, tapi suasana di Galeri Padi yang bertempat di Jalan Dago nomor 239 jauh dari suram. Riuh rendah para peserta lokakarya tentang arpillera sudah terdengar sejak menapaki halaman. Kegiatan yang diikuti sekitar 40 orang (tidak menghitung peserta 'tak diundang') ini diadakan oleh KAIL, lembaga nirlaba yang "salah satu misinya adalah mendukung kerja-kerja aktivis agar lebih efektif".
Sunday, October 23, 2011
Padepokan: Ubuntu, Hijrahku, dan Tulisanku
Daripada melantur seperti biasanya, sebaiknya kumulai saja post ini sebelum para pembaca ngomel (memangnya aku punya? =P)..
pokoknya, sejak aku hijrah ke Ubuntu, sejak aku sukses dengan XAMPPku dan punya web serverku sendiri sebenarnya, aku lebih sering nulis di web lokalku itu. Berbeda dengan blog ini, Content Management System-nya Wordpress. Sejak saat itu, kali aku pakai Jendela bisa dihitung dengan jari (tangan+kaki).
latar belakang
Dulu, aku menggunakan Jendela bajakan untuk Dell-ku tersayang ini. Suatu hari, ibu menceritakan padaku tentang sebuah perkumpulan keren yang memfokuskan diri belajar tentang open source. Ibu juga memberi tahu, bahwa aku yang memakai OS bajakan ini menanggung beban moral... tak tertarikkah aku mencoba Linux?
Hah..? pikirku waktu itu. Open source? Sumber apaan memang yang dibuka? Linux? Penyakit apaan tuh?
Bercanda! Aku memang belum familiar dengan kedua kata itu, tapi jelas aku pernah dengar bahwa ada OS lain selain keluaran Microsoft, dan Linux sering kudengar. Tapi apaan sih itu?
Datanglah aku ke Padepokan, dan aku mencari tahu tentang IGOS, sebuah gerakan yang "berlandaskan semangat merdeka, bahwa teknologi (khususnya perangkat lunak) tidak selayaknya disembunyikan dan dikuasai oleh segelintir orang demi alasan rahasia perusahaan."
IGOS - Indonesia Go Open Source!
Di pertemuan pertama, aku meng-install Ubuntu, salah satu distro (bukan toko baju, ya, tapi variasi) Linux yang paling ngetop. Kali itu aku mendapat versi Lucid Lynx 10.04, yang masih kugunakan sampai sekarang.
padepokan
'Guru' yang mengajar asyik, bijak, berpengalaman pula. Namanya Y. Dwiharyanto. Aku belajar sangat, sangat banyak dari beliau. Beliau yang menarik minatku pada IT. Selama ini aku belajar di IGOS, beliaulah yang 'mengajar' kecuali pertemuan pertama. Kata-kata yang dikutip itu, karena disini mereka tidak menetapkan sebagai mengajar-atau-diajar... tapi sharing, saling berbagi.
Untuk mulai menguasai segala tentang open source, pelajaran kami dibagi menjadi beberapa tingkat. Newbie, Techie, etc., etc... kurikulum lengkapnya ada di sini. Alhamdulillah aku sudah lulus Newbie beberapa bulan yang lalu. Sebagai tugas akhir, kami diwajibkan membuat tulisan untuk Saung. Ini dia tulisanku, kebanyakan ngoprek sendiri karena saat itu aku tak banyak dapat fasilitas internet di rumah:
Linux-ku, Ubuntu-ku
Aku bangga, dan nyaman sekali dengan Lucid-ku. Versi terbaru sudah pakai kernel terbaru. 11.04, kalau tak salah. Tapi aku masih suka 10.04ku. Lucid. Ini screenshot desktopku, sekilas mirip Mac OS:
Banyak orang bilang Linux itu susah. Tidak juga sih, sebenarnya. Memang benar 'pasokan' software-program untuk di Linux download-install-nya tak semudah di Jendela, seringkali pakai terminal (sebenarnya, biasanya lebih enak pakai terminal) atau semacam Command Prompt di Jendela. Tapi Linux ini terkenal kebal virus, kalaupun ada kan paling hanya di jaringannya saja. 'Pernak-pernik' yang menarik adalah sbb:
multi desktop - desktop cube
Jika panelku penuh, yang perlu kulakukan hanya tekan Ctrl+Alt+ arrow key. Aku punya 4 dekstop disini, bukan hanya satu seperti Jendela.
paint fire
kurang berguna sebenarnya, tapi lumayan untuk 'mejeng' alias pamer ke teman-teman dengan Shift+super:
water
Sama seperti paint fire, gunanya pun nyaris tak ada. Tapi untuk pamer oke punya. Banyak temanku yang (sangat) tertarik karena fitur-fitur seperti ini.
Segala serba-serbi tentang Linux, terutama Ubuntu, yang lebih mendasar, lebih tinggi, dan berguna, silahkan dicari tahu di webnya IGOS. Silahkan.
Thursday, February 3, 2011
Nama
Monday, January 31, 2011
konser!
23.15...
Besok aku konser! (besok sebenarnya tinggal kurang 1 jam, tepatnya 45 menit 39 detik lagi).. Herannya, bukan rasa takut, gugup atau tegang yang kurasakan sekarang. Aku merasa bersemangat, walau tetap saja belum yakin permainanku bakal bagus. Meskipun sudah menerima les tambahan tetap saja aku belum bisa berhenti berpikir, “buseet, berat banget nih grand piano."
Tapi jangan pernah berhenti berpikir optimis ya, kawan!
Minggu, 30 Januari 2011
sehabis konser..
Whew! selesai juga^^ lumayan, disalamin bintang konser. Kak Fatimah, trims!
Padahal permulaan sudah bagus.. lumayan rata, cukuplah buatku. Cuma gara-gara pecah konsentrasi kacaulaaaaah..
-Sonatina in C major.. Kuhlau -Moonlight Sonata (sonata in C sharp minor).. Beethoven
----
numpang
Monday, January 17, 2011
"Selamat Datang di MARKINON!"
“Design for the dump – diciptakan untuk dibuang”. Dalam jaman yang serba hi-tech ini kita seakan tak bisa hidup tanpa gadget atau barang elektronik. Selayaknya sembako, begitu kata orang. Bahkan di kampung-kampung, televisi ataupun ponsel bukanlah hal yang asing lagi. Tapi tahukah kau kemana perginya barang-barang itu, ketika telah tak digunakan lagi alias rusak?
Jum’at, 14 Januari 2011. Jl. Piit no. 5 yang tak lain tak bukan adalah markas WALHI Jabar, siang agak sore.YPBB kembali menyelenggarakan kegiatan nonton bareng, dan ruang pertemuan pun dipenuhi penonton yang mulai berdatangan. Pukul 16.13 Rikrik dan Taruna yang menjadi MC plus moderator membuka acara, dengan duet kocak seperti biasa. Mereka memberikan sekilas informasi mengenai MARKINON, dan dimana saja telah diadakan.
“Ketika di SMA Albidayah pesertanya masih pada pake seragam abu-abu putih semua, ketika diajak ngobrol kebanyakan malu-malu, tapi lama-lama malah malu-maluin...”
Akhirnya film diputar, dan itu juga berkat Rima yang telah berususah payah menempelkan subtitle hingga detik terakhir...
MARKINON, mari kita nonton!
Film pertama berjudul Story of Stuff oleh Annie Leonard (Direktur The Story of Stuff Project) yang, sayangnya, tanpa subtitle karena masalah teknis. Selama 21 menit berceritalah Annie tentang bagaimana orang-orang mengeksploitasi hutan dan membawa hasilnya ke pabrik, dan menambahkan racun-racun pada produk-produknya.
Toxic in, toxic out...
Barang-barang itu kemudian didistribusikan kemana-mana, melewati sebuah golden arrow of consumption dan sampailah barang-barang itu ke rumah kita, para konsumer.
Di film kedua, Story of Electronics, Annie membuka mata (hati) kita tentang bahaya sampah elektronik alias e-waste. Sadarkah kau bahwa semua barang yang kita punya berasal dari alam, tapi kembali lagi dalam bentuk sampah yang bahkan merusak alam itu sendiri?
Kita selalu menginginkan barang baru. Bisa kita rasakan sendiri betapa fashion dan barang-barang elektronik berubah trend begitu cepat. Beberapa dari kita mungkin bekerja keras dan mengeluarkan uang hanya untuk mengikuti trend.....dan menumpuk hasilnya di rumah!
Dan sadar tidak; kita bisa kehilangan (dan membuang) seluruh komponen komputer hanya karena sebuah chip kecil.
Menurut Badan Program Lingkungan Hidup PBB (UNEP) ada 20-50 juta ton sampah elektronik yang dibuang setiap tahunnya, dari seluruh penjuru dunia. Sedangkan peningkatan volume limbah elektronik mencapai 3-5 persen per tahunnya, tiga kali lebih cepat dari limbah umum. Dengan tingkat mendaur ulangnya tak sampai 10%, coba tebak kemana perginya 90% sampah lainnya.
Di film kedua ini dan film ketiga (kali ini dengan subtitle) diceritakan bagaimana perjalanan sampah elektronik dari tempat sampahmu sampai ke tujuan pembuangan favorit: negara miskin dan berkembang. Yup, kesanalah mereka membuang barang-barang elektronik bekas itu, menumpuknya di sana. Mungkin darimu akan segera terlontar protes untuk para produser: “Mengapa tak kaudaur ulang sampah-sampah itu?”
Tapi jika dilihat dari sisi mereka, coba balik pertanyaannya. “Mengapa harus bersusah-susah mendaur ulang, kalau bisa mendapatkan material langsung (dari alam) dengan harga yang lebih murah dan mudah?”
Lagipula, bukankah lebih sulit jika harus memilah-milah bahan yang sudah tercampur jadi satu? Misalnya BAJA stainless = besi + krom + mangan + silikon + karbon + nikel + molybdenum.
Jadi, jauh lebih mudah bagi mereka untuk mengirim sampah itu dalam label ‘barang bekas’ ke negara-negara di Afrika seperti Ghana, daripada harus mengolah kembali sampah itu. Pembakaran lewat insenerator bukan jalan keluar yang baik, karena ketika e-waste dibakar mereka melepaskan dioxin dan logam berat seperti timbal ke udara. Plus ada zat kimia berbahaya seperti barium dan merkuri yang dapat meracuni tanah.
Mari kita lihat penderitaan penduduk miskin di Ghana. Pekerjaan mereka sebagai pemburu logam berharga dari sampah-sampah elektronik itu membutuh pengorbanan besar. Untuk tembaga, misalnya. Mereka harus membakar kabel-kabel itu terlebih dahulu sampai karetnya hancur, lalu mengambil tembaganya.
Pekerjaan yang berat – sangat berat. Mereka yang berkeliaran dan senantiasa meracuni diri sendiri di tengah sampah. Merekalah orang yang harus mengorbankan kesehatan dan kelangsungan hidupnya karena apa yang kita buang. Kami menonton dengan hati tercekat sambil memakan keripik kentang, kue berbahan dasar tepung ganyong dari Rikrik, dan permen jahe dari Taruna =P
Bagaimanapun, Basel Action Network pada tahun 2006 mengemukakan bahwa sedikitnya ada 100.000 unit produk elektronik yang masuk ke Lagos, Nigeria, setiap bulannya. Dan menurut Achim Steiner, kepala UNEP, pakar setempat memperkirakan 75% dari produk itu sudah tak dapat lagi digunakan alias e-waste.
Jadi masihkah kau mau mengikuti trend barang elektronik yang berubah-ubah begitu cepat seperti lampu disko, dan melengkapi penderitaan mereka?
Sesi Diskusi
Di sini saya menarik kesimpulan bahwa kebutuhan kita pada barang-barang elekronik bisa menyeret (atau memang sudah) kita menjadi bangsa yang konsumtif.
“Dengan kita memiliki kebiasaan konsumtif, kita dipaksa untuk bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan tersebut, padahal kita mungkin engga terlalu butuh..” begitu kata Kang Ari
Dea berkata, “Barang reuse itu prinsipnya merugikan orang lain. Kalau makin banyak beli barang abal-abal, umumnya barang cepat rusak dan masa pemakaiannya sebentar. Semakin meningkatkan konsumtivitas, serta merugikan konsumen.”
“Memang banyak barang-barang seperti itu yang sekarang hanya bisa dipakai sebentar,” komentar Igoy.
Bagaimana dengan ‘penghematan pembelian barang dengang sistem warisan’? “Misalnya, HP yang saya pakai sekarang ini warisan kakak saya..” seseorang angkat bicara. Kiki, sebagai anak bungsu di keluarganya, berpendapat, “Biasanya saya mendapatkan barang warisan. Meskipun mengurangi kebutuhan barang saya, namun kakak saya yang paling besar tetap konsumtif, tetap membeli yang baru.”
Kang Ari menyarankan untuk memperkuat niat memakai dan menjaga barang lebih lama dengan nilai historisnya. “Misalnya hp pertama yang dibeli sendiri, gitu... jadi kita bisa bertekad untuk menggunakannya hingga saat terakhir.”
Lain lagi dengan Dea, yang menyarankan untuk “memilih barang dengan kualitas yang memang bagus untuk memperpanjang masa ‘berguna’nya”.
Masalah lain yang diperbincangkan adalah penggunaan charger yang berganti-ganti, karena charger ponsel versi lama berbeda dengan ponsel versi terbaru. “Saya kepikiran sama orang yang desain produk, coba pikirkan barang yang green, bukan keindahan dan daya jualnya saja,” kata Fariz.
Kemudian, ada Bram yang memanfaatkan PC bekas utnuk tempat menyimpan film. Bani (dan Maya yang duduk disampingku) bercerita tentang penggunaan monitor-monitor bekas sebagai hiasan tugu di UPI. Ami mengisahkan ayahnya yang punya kebiasaan membeli barang elektronik bekas, dan kebetulan punya teman yang bisa meng-upgrade barang-barang seperti itu. “Jadi, di rumah saya ga pernah beli barang baru, yang ada barang elektronik bekas yang diperbaiki ulang. Intinya adalah memaksimalkan kegunaan barang.”
“Setiap hal kecil yang kita lakukan mungkin saja berdampak besar bagi lingkungan kita, bahkan buat orang yang kita cintai...”
Di saat-saat terakhir terpikir olehku untuk meminta semacam testimoni dari kawan-kawan saat itu. Karena benar-benar baru sekali ini nih ditugaskan meliput sesuatu, cuma sedikit yang berhasil diliput. Ini dia..
Menurut gue, MARKINON itu...
“Sangat seru, sangat menyenangkan. Banyak info yang diperoleh. Biasanya kita tidak menyadari bahaya sampah. Membuka pikiranku, dan setidaknya mengingatkanku untuk lebih bijak dalam menggunakan barang elektronik... dan menggunakannya sesuai kebutuhan.” – Bani
“Membuatku berpikir untuk mengubah gaya hidup. Aku jadi tahu aku tak bisa membeli dan membuangnya begitu saja. Seperti mendapat hidayah...” – Faiza
“Terlalu hebat untuk dilewatkan!” – Nan
Tuesday, January 11, 2011
The Starry Night
Lihatlah keluar malam ini! Mengapa kau harus berada di dalam rumah yang sempit ketika langit malam menyediakan keleluasaan bagi jiwamu? Lihatlah bintang bertabur begitu indah dan misterius! Aku selalu senang pada malam berbintang. Terutama ketika aku bisa mencari-cari rasi bintang yang kuketahui.
HP 26727 A
Jarak: 817.43 tahun cahaya
Jenis Spektrum O9.5lb_SB
HP 26311
Jarak: 1432.21 tahun cahaya
Jenis Spektrum B0 lab
Mintaka (δ Ori) "Delta Orionis"
HP 25930 A
Jarak: 916.17 tahun cahaya
Jenis Spektrum O9.5ll
HP 27989
Jarak: 427.47 tahun cahaya
Jenis Spektrum M2lb
HP 25336
Jarak: 243.04
Jenis Spektrum B2lll
HP 24436
Jarak: 772.88 tahun cahaya
Jenis Spektrum B8la b
HP 27366
Jarak: 721.58 tahun cahaya
Jenis Spektrum B0.5lavar
HP 80763
Jarak: 603.99 tahun cahaya
Jenis Spektrum M1lb_+_B2.5v
Antares adalah bintang merah raksasa, besar sekali. Coba bayangkan, di layar ini, jika dibandingkan dengan antares, matahari kita hanya 1 pixel besarnya.
Sunday, January 9, 2011
liar
waktu berjalan begitu cepat, membuatku bertanya-tanya masihkah ada hari esok?
..
yah, daripada enggak ada tulisan, aku mau cerita-cerita sedikit tentang... sesuatu.
Uang adalah segalanya, kalimat itu benar bagi beberapa orang karena kita nyaris tak bisa hidup di kota tanpa uang. Karena uang adalah segalanya, maka semua cara untuk mendapatkan uang pun ditempuh. Segalanya. Berdagang, berniaga, magang di toko... okelah. Tapi mencopet, mencuri, merampok, membunuh, memeras..? Dalam kasus ini, pekerjaan kotor yang mau kutulis adalah menjual binatang liar yang dilindungi untuk menjadi hewan peliharaan.
Yup, sehari sebelumnya aku melintas di sebuah jalan, dan kaget ketika melihat beberapa ekor rajawali sedang ditawarkan.
Berani benar! Pikirku. Berjualan hewan yang dilindungi di depan gedung walikota? Ejekan yang cukup bagus untuk ditulis..
Aku tinggal di Bandung. Yup, Paris van Java di masa lalu dan Parit van Java kini. Banjir itu sudah menjadi agenda tahunan.
Hewan-hewan itu dijual dekat Gedung Sate. Di seberang, tapi di jalan lain yang sejajar dengan gedung itu. Tak ada bangunan di antaranya, selain lapangan tempat orang-orang kadang menggelar konser. Beberapa kali aku lewat disana aku melihat memang ada burung dan hewan-hewan lain yang dijual.
Temanku Al bilang dia pernah melihat ada beruang kecil disana. Beruang? Kecil? Kupikir itu anak beruang madu. Karena ketika kutanya apakah warna moncongnya kuning atau seperti itu, dia menjawab ya dan mengiyakan lagi ketika aku bertanya apakah warna bulunya gelap.
Ketika aku bertanya pada para penjual disana, mereka bilang itu bukan beruang, tapi koala. Dari Sumatra, katanya. Mungkin Al harus segera membuat janji dengan dokter mata...
...koala dari Sumatra?
Mungkin ada yang kurang beres, orang-orang ini. Coba kucari tahu dulu di Google..
...
...
Setelah pencarian kilat aku berhipotesis (duileh) kalau yang dia maksud adalah kukang sumatera.
Yah, pokoknya setelah sampai di rumah aku langsung menghidupkan komputer (seperti Dr. siapalah-namanya menghidupkan Frankenstein) dan menulis tentang makhluk-makhluk malang itu..
Disana ada empat rajawali, dan salah satunya hanya berdiri diam di dalam kandang (kandang kucing dibawah kandang kucing) sambil menatap angkasa dengan tatapan tajam, tapi aku merasa bisa melihat keinginannya untuk terbang, dan kerinduannya untuk bebas kembali.
“Pegang aja, udah dijinakkin kok..” kata si Penjual kepadaku.
Jinak? Omong kosong. Mereka hanya terlalu lemah dan terlalu takut untuk melawan. Dan ketika kutanyakan dari mana dia mendapatkan burung-burung itu, dia pura-pura tak mendengarku.
Disana ada pula burung hantu kecil, dengan ‘tanduk’ di kepalanya. Si penjual bilang, itu burung hantu mutiara. Semuanya berjumlah tiga, dan semuanya terlihat merana.
Mereka memang lucu. Bulunya lembut dan mata besarnya memang membuatnya terlihat sangat menggemaskan. Tapi suaranya serak (suara burung hantu memang serak sih, tapi yang ini seraknya aneh) dan terdengar pilu sekali.
Jika aku membayangkan kalau aku adalah seekor burung hantu kecil yang lucu tapi hidup di dalam kandang, padahal naluriku mengatakan tempatku seharusnya adalah hutan yang hijau dan udara yang bersih, aku pasti merana. Nelangsa. Mati.
PS: temanku bilang di dekat sekolahnya ada tempat perdagangan hewan liar. apa saja ada. aku ingin datang untuk melihat berapa parah sih orang-orang ini.
"gantungkan cita-citamu serendah moral bangsamu!"