Minggu lalu, di pelajaran B. Indonesia, ketika sedang membantu
teman sekelas menyelesaikan tugas membuat paragraf dan karangan... something
came into my mind.
Pasalnya, aku sedang mencari tema untuk paragraf persuasi demi
si Ayam (panggilan akrab untuk dia; jangan tanya kenapa). Akhirnya kami setuju
untuk mengupas (memang pisang?) masalah pergaulan. Kami menjabarkan sisi
positif dan negatif dari pergaulan dan tidak lupa diikuti oleh kalimat persuasi
sebagaimana dituliskan di pedoman dalam buku paket Bahasa dan Sastra
Indonesia 1. Isinya kira-kira begini:
Memasuki masa remaja, pergaulan seseorang akan semakin bebas dan semakin luas cakupannya. Banyak manfaat positif yang bisa diambil, antara lain meningkatnya wawasan serta pengetahuan dengan bergaul, menjadi lebih supel dan lebih mudah beradaptasi di lingkungan baru, dan lain-lain. Namun di sisi lain, ada pula sisi negatifnya. Jika tidak berhati-hati bisa terjerumus dalam pergaulan bebas, pemakaian narkoba, dan sebagainya yang merugikan. Oleh karena itu, berhati-hatilah dalam memilih teman.
Aku awalnya agak puas dengan tema yang agaknya cocok
diterapkan di paragraf persuasi ini. Tapi kemudian aku berpikir, aku juga
mendapat dampak negatif dari pergaulan baru ini.
Ah, maybe they're nothing as serious as free sex and drug, but
still...
Baiklah. Lingkungan pergaulan memang punya banyak pengaruh
dalam kehidupan dan pembentukan kepribadian seseorang. Seperti yang di tugas
itu, ada yang positif dan negatif.
Sebagai contoh yang positif, ketika aku baru mulai ikut
mentoring hari Minggu aku tak pernah shalat tepat 5 waktu. Dulu. Namun
lama-kelamaan, mencoba mengikuti senpai-senpai yang agaknya senang menanggapi
panggilan adzan, aku tergerak juga. Dan akhirnya, meskipun tak lagi mentoring, kebiasaan itu masih ada walau tetap saja
sering molor -_-
Kalau yang baik dan 'memberatkan' (relatif; ingat, RELATIF)
saja bisa bertahan, apalagi yang 'agak nggak baik' namun menyenangkan dan
memuaskan?
Aku mulai merasa puas diri. Aku baru sadar. Cuma dengan semua
nilai di atas KKM dan banyaknya anak yang minta tolong diajarkan padaku. Merasa
puas karena bisa mengikuti dan mengerti pelajaran meskipun tanpa buku. Aku baru
sadar, aku bahwa aku bakal terdepak dari SMA favorit kalau hanya segini. My
God, there are soo many smart people out there! Seharusnya aku tetap berpegang
bahwa SMA tempatku sekarang, bisa dibilang SMA buangan anak-anak yang gagal
masuk negeri (see? There are TOO many clever people) tidak bisa dipercaya
standar kompetensinya.
Maksudku, lihat saja tes masuknya yang setengah hati. Aku
berani taruhan tak ada materi yang tingkatannya lebih dari kelas 2 SMP. Karena
itulah aku punya buku pegangan lain yang lebih tinggi standarnya. Namun..
-Aku mulai lupa PR-PR dan sering menganggapnya enteng.
-Aku sering lupa ada PR bahkan kalau ada ulangan.
Aaandd... semuanya berakhir di:
-Nilai-nilaiku turun.
-Aku sering lupa ada PR bahkan kalau ada ulangan.
Aaandd... semuanya berakhir di:
-Nilai-nilaiku turun.
Bahkan pasca-tes materiku mengecewakan.
Jadi kesimpulannya, aku terbawa arus dan mengikuti kebiasaan
anak-anak sekitarku. Mereka mungkin punya mimpi, tapi hanya segelintir dari
mereka yang sudah punya rencana jangka panjang dan pendek untuk meraihnya.
Seharusnya, aku salah satu dari segelintir itu. Seharusnya, aku bisa fokus pada
pelajaran when I should to. Tapi aku terbawa sikap hehereuyan mereka.
Jadi, kesimpulan nomor duanya, dampak negatif tak harus
langsung tingkat 'ekstrem' seperti seks bebas atau drug. Bahkan
perubahan-perubahan sikap kecil yang berlangsung untuk waktu yang lumayan bisa
mengubah hidup. Entah menjadi lebih baik atau sebaliknya, itu tergantung pada
pilihan yang diambil.
Contohnya teman sekelasku si D. Dia berhasil masuk kelas
bilingual biar bilingual abal-abal juga. Dia pernah ikut olimpiade matematika
sawaktos (tiba-tiba Nyunda) SMP. Dia bisa mudah ngejar pelajaran kalau memang niat. Ia
pindah tempat untuk SMA, dan menurut teman yang lain ia jadi bergaul dengan
“anak-anak yang begitulah”. Dan kini di kelas, kerjaannya tiduur saja. Nggak
peduli pelajaran apapun. Sikapnya juga jadi kasar dan masa bodoh. Sekarang, dia
bolak-balik dipanggil BK kayak bolak-balik ke jamban habis makan gurilem level
ultra pedas.
Sungguh, latihan membuat paragraf itu benar-benar memberikanku
sesuatu untuk dipikirkan. Benar-benar carilah teman dan pergaulan yang bisa
membuatmu lebih baik. Teman dan pergaulan yang bisa membuatmu berkompetisi
secara sehat demi mendapat pencapaian maksimal. Teman yang dari mereka banyak
kebaikan yang bisa diambil. Then may you succed in the future.
No comments:
Post a Comment